Wednesday 7 May 2014

(Movie review) Film The Lady: Berpolitik Cara Damai


Gambar: wikipedia.com
            Film ini diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang Aung San Suu Kyi. Ia merupakan seorang tokoh nasional negeri Myanmar. Ia adalah putri dari seorang Jenderal pasukan kemerdekaan yang sangat dihormati di negaranya.
Kembali ke negaranya untuk menjenguk sang ibu yang terkena stroke, ia justru dipertontonkan dengan kondisi yang sangat kacau. Kerusuhan terjadi dimana-mana. Penembakan massa pengunjuk-rasa oleh militer dilakukan secara terang-terangan.
Kepulangan Aung San Suu Kyi ini membuat  resah Jenderal Ne Min yang menjadi pemimpin  saat itu. Setiap gerak-geriknya diawasi. Sang Jenderal yang mempercayai hal-hal klenik akhirnya memutuskan untuk melaksanakan pemilu setelah mendapatkan nasihat spiritual untuk menggunakan cara “lembut” dalam menghadapi (yang dianggap) lawannya. Pemilu pertama setelah 40 tahun kekuasaan Junta Militer.
Melihat peluang untuk membentuk negara yang demokratis melalui pemilu, tokoh-tokoh masyarakat dan para intelektual mulai mendekati Suu untuk mengambil peran sebagai pemimpin mereka. Semenjak menerima peran tersebut, kehidupan Suu pun tidak pernah sama lagi. Berbagai cara dilakukan Suu untuk mencapai kemenangannya, pun berbagai cara juga dilakukan oleh Sang Jenderal untuk menghalanginya. Semua itu terjadi dengan mengorbankan banyak nyawa dan berlangsung di bawah sorotan dunia internasional.
Suu akhirnya berhasil memenangkan pemilu dengan perbedaan suara yang sangat telak. Namun toh tidak membuat Junta Militer berbesar hati mengakui kekalahan mereka. Meski dengan kemenangannya, Suu masih tetap menjalani tahanan rumah dan kekerasan terus terjadi terhadap masyarakat Myanmar yang mendukung demokrasi. Lima belas tahun Suu menjadi tahanan rumah. Ia bahkan harus menerima bahwa ia tidak mampu mendampingi saat-saat terakhir hidup suaminya yang terserang kanker.
Film yang berdurasi cukup panjang ini (2 jam 12 menit), dengan elok menggambarkan kesetiaan keluarga yang saling mendukung satu sama lain bahkan dalam keadaan terberat sekalipun. Kondisi mencekam sebuah negara di bawah pemerintahan rezim tersampaikan dengan sangat jelas kepada penonton. Dengan demikian, keberanian seorang wanita dalam upaya “menerobos” kondisi tersebut menjadi terlihat sangat berani (sebagaimana aslinya memang seperti itu).
Dari film ini pula kita dapat melihat pilihan politik Suu Kyi yang menggunakan cara damai. Melawan todongan senjata hanya dengan aura dan tatapan mata. Pilihan itu secara konsisten ia lakukan sambil melakukan pendekatan-pendekatan politis. “Kita tidak perlu memikirkan politik, politiklah yang akan memikirkan kita,” demikian sebagaimana ajaran sang ayah kepadanya.
Tapi diantara kesemuanya, bagi saya yang paling mengagumkan dari film ini adalah bagaimana Michele Yeoh memerankan tokoh Suu Kyi. Ia seakan-akan dirasuki oleh tokoh tersebut sehingga ia terlihat begitu mendalami peran yang dimainkannya. Dan, tentu saja, tokoh sang suami pun berhasil diperankan dengan memesona oleh David Thewlis. Melihat keduanya disandingkan dalam film ini dengan chemistry yang sangat kuat, siapa yang tak mau menjadi pasangan seperti mereka? J

0 comments: