Saturday 7 January 2023

MIMPI

Semalam sy mimpi buruk dan malam ini rasanya takut tidur. Takut didatangi mimpi yang sama. Seringkali mimpi sy berepisode-episode begitu. Pernah sy punya cita-cita jadi sutradara gara-gara sering punya mimpi yang keren. Jaman sekolah dulu, sy sering kesal karena mamak kekeuh membangunkan sy (yaiya sih ya, secara belum sholat subuh dan juga harus siap-siap sekolah), padahal mimpi sy sedang seru-serunya. Sy tidak terlibat dalam cerita di mimpi itu. Sy seperti orang ketiga yang menyaksikan film saja. Pernah saking serunya, saya berpikir kenapa film-film yang saya tonton tidak ada yang sebagus mimpi saya ya..lalu saya beralih cita-cita menjadi penulis naskah.

Perkara cita-cita, saya juga pernah bercita-cita jadi psikolog gara-gara nonton Hunter X Hunter. Ada lawan tokoh utamanya yang pintar memainkan psikologi orang. Katanya, dia jd psikolog gara-gara bisa membuat orang gila menjadi waras dan dapat membuat orang waras menjadi gila. Wah, keren sekali, pikirku. Aku juga mau.
Tapi, cita-cita itu juga cepat berganti. Aku menonton sebuah iklan rokok, yang kulupa merknya, di tengah malam saat begadang menonton Meteor Garden. Rasanya saat itu aku masih kelas 4 SD. Iklan itu hanya memperlihatkan seekor ikan yang mengembungkan dan mengempiskan badannya. Setengah menit iklan itu hanya berisi itu saja. Lalu ditutup oleh pesan layanan "Merokok dapat menyebabkan blablabla".
Keesokan harinya aku cerita ke teman-teman kelas, kalau ada iklan yang keren di tv. Tapi aku tak tau iklan apa dan kenapa dia keren. Kalau kuceritakan iklan itu hanya berisi ikan yang megap-megap saja tentu tak menarik. Akhirnya, niatan menggebu-gebuku untuk cerita iklan itu tertutupi oleh cerita teman-teman lain yang baru selesai menonton film Sakhrukh Khan terbaru. Akhirnya, dalam hati, kutekadkan untuk jadi pembuat iklan, biar ada orang yang menggebu-gebu melihat iklanku.
_
Pic : nemu di google



Tuesday 3 January 2023

Masuk Rumah Sakit!

Masuk UGD di tanggal 30 Desember, dalam ruangan bersekat tirai hijau yang memisahkan saya dengan pasien lain. Suara muntahnya terdengar dan ibunya berbicara dengan Perawat penuh kekhawatiran. Pada ruangan lain di UGD yang tampak lebih "Rumah Sakit", alat-alat pertolongan lebih lengkap, erangan pasien lebih serius, dan melalui celah tirai yang tersingkap angin tampak wajah keluarga yang menunggui tampak lebih terlipat dan terdengar derap langkah kaki yang datang dan pergi dengan cepat. 

Saya memalingkan wajah dari celah itu dan hanya menatap kosong pada tirai hijau yang mengelilingi 'bed' saya. 'Bed' yang di atasnya ada noda darah yang entah milik siapa. Mulut saya mengucap zikir dan dengan latar belakang segala suara dan kesibukan itu, saya hanya bisa berpikir betapa tirai hijau ini membuat saya merasa lebih dekat lagi dengan kematian. 

__________________

Malam Kedua, Malam Tahun Baru!

Setelah diputuskan akan dirawat inap, keluarga dan sahabat mulai ramai mengunjungi dan menghibur saya. Meminta saya tak terlalu banyak memikirkan hal-hal buruk. Bahwa sakit adalah hal biasa dalam hidup dan pikiran seringkali jadi kunci utama kesembuhan. Saya mulai rileks, tertawa-tawa, mengisi waktu dengan menonton drakor, youtube, dan sejenisnya. 

Dari jendela besar yang persis di samping bed saya, terlihat hujan turun dengan deras. Nanti malam, malam tahun baru. Tak ada rasa sedih tentang undangan "bakar-bakar" yang harus saya lewatkan. Tapi takjub betapa Tuhan langsung menjawab tekad saya untuk mengawali tahun baru dengan sehat, - "Belum dulu".

Lepas Isya, sy masih menonton drakor saat tiba² bnyak perawat dan dokter yang mulai berlarian ke pasien di ruang sebelah saya. Karena dibatasi hanya oleh tembok semi permanen dan tanpa pintu, saya khusyuk mendengarkan percakapan di ruangan itu. Para keluarga diminta menunggu di luar kecuali 2 orang saja. Dokter memerintahkan perawat untuk mengambil alat ini dan itu, obat ini dan itu. 

Beberapa saat kemudian, "Siapa saja, tolong nyalakan stopwatch!" Perintah dokter lagi dan melalui kaca pintu buram yang adalah pintu ruangan saya dan ruangan sebelah, saya bisa melihat seseorang tengah melakukan CPR (RJP), tampaknya pasien mengalami henti jantung. Suara keluarganya di luar terdengar menelepon "orang rumah" agar segala sesuatu dipersiapkan untuk kondisi terburuk. Adegan yang biasanya hanya saya lihat di drama korea, pikir saya sambil mendoakan pasien yang tak saya kenali itu. 

Entah berapa menit, pantulan bayangan nakes pria di kaca buram pintu itu masih melakukan CPR. Hingga akhirnya, perkataan klise dokter pun terucap, "Ibu, kami sudah berusaha maksimal, pasien kami nyatakan meninggal pada pukul sebelas-dua belas. Kami turut berduka cita." Dan perlahan, para nakes pun sibuk membawa alat meninggalkan ruangan serta tangis para keluarga yang mulai pecah. 

Anak pertama baru saja tiba dan tangisnya terdengar paling keras, ia bahkan berlari keluar ruangan hendak memanggil dokter kembali meminta ayahnya segera dirawat, sebelum salah satu keluarga menahan dan memintanya menerima kenyataan. 

Saya pun mulai membalikkan badan membelakangi pintu dan menutupi sekujur tubuh saya menggunakan selimut, tak mampu melihat segala kesibukan itu lagi. Kurang lebih setengah jam setelahnya, perawat masuk ke ruangan itu memadamkan lampu yang saya bayangkan ia lakukan sambil meniup lampu tersebut dengan napas lelahnya setelah semua usahanya menolong pasien. 

___________________________

Beberapa menit kemudian, kembang api pecah di langit malam. Tahun baru. Beberapa orang bersiap menyambut kenangan baru, sedangkan banyak lainnya yang terpaksa mengubur kenangan bersama orang tercintanya yang harus 'pergi'. 

___________________________




Monday 9 October 2017

Situs-Situs Web yang Membuatmu Termaafkan Meski Tak Membawa Buku

Sebagai seseorang yang kekinian, dalam artian tidak bisa jauh dari yang namanya koneksi internet, terlalu mubazir pastinya jika koneksi internet itu digunakan hanya untuk membuka bergantian facebook, path, twitter, instagram, dan kawan-kawannya itu. Ada banyak situs web menarik yang bisa kamu kunjungi. Yang tulisannya tetap santai tapi menambah wawasan, dan paling penting tidak menambah kebaperan. Kalau aku, ada situs-situs yang biasanya aku kunjungi untuk membunuh waktu. Yang kepo bisa lihat daftarnya disini.
  • Jurnal Eka Kurniawan 
http://images.cnnindonesia.com/visual/2016/02/26/60b116b4-6d8b-44f8-9b36-86cda2bbe113_169.jpg?w=650
Aku meletakkan blog yang berdomain ekakurniawan.com ini di urutan pertama karena tentu saja aku adalah penggemar si Eka. Lebih lagi karena aku seorang yang suka baca. Ia menyebut tulisan-tulisannya sebagai jurnal karena ia memang menuliskannya seperti itu. Tiap judul hanya berisi satu paragraf saja, semacam diary membaca miliknya.

Dalam jurnalnya, Eka Kurniawan membahas dengan asyik buku-buku yang dia baca dan tentu saja cukup menarik hingga ia mau menuliskannya. Kamu akan diperkenalkan dengan penulis-penulis dunia dan buku-buku karya terbaik mereka. Dari jurnal-jurnalnya itu juga kamu akan mendapatkan bocoran tentang apa yang disukai Eka atau apa yang biasa dia lakukan.

Sebelum ekakurniawan.com ini, Eka juga memiliki blog lain berdomain di ekakurniawan.net. Domain tersebut masih bisa kamu buka hingga kini untuk membaca arsip-arsip yang tersedia disana.
  • Fiksi Lotus
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCl6s4uMwwBbFaAmxaqfNhyphenhyphenyOPswKctzYHBaSyZ3yaDZcTifVa8OE-A0994SR8UNPborqdtVPQe2uMZ9J1V2KljXXF4f5EQ9WLgsULlQcGPcTdXY_odH-0hliEdxOP8geYPOAPMudvRIAB/s1600/fiksi-lotus-logo.jpeg
Mengutip kata-kata Eka Kurniawan, karya-karya klasik jelas lebih baik dibaca daripada tidak. Dan fiksilotus.com membantu untuk menjawab kebutuhanku itu. Ada banyak sekali cerpen klasik karya pengarang-pengarang dunia yang diterjemahkan di web itu. Info menariknya, Februari lalu, Fiksi Lotus sudah memperbaharui tampilan webnya lho. Sekarang kita bisa menikmati bacaan yang ada, lengkap dengan ilustrasi yang memesona.

Buat kamu yang baru ingin memulainya sekarang, kamu bisa memulai dengan membuka arsip-arsip lamanya. Begadang dan baca arsipnya seharian, anggap aja dapat buku kumcer gratis.
  • Blog Puthut EA
http://www.warningmagz.com/wp-content/uploads/2015/12/puthut.dok-1.jpg
Sebagai seorang penulis keren dan kepala suku situs keren macam mojok.co, agak aneh pastinya kalau dia ini tidak mempunyai blog. Dalam status facebook maupun tulisan di blognya (yang seringkali adalah duplikasi apa yang ditulis di facebook), Puthut EA menuliskan berbagai macam peristiwa dari sudut pandangnya, atau sekedar mengolok-olok beberapa rekannya, atau cerita tentang keluarganya. Dan yang paling penting menurutku, tulisa-tulisan itu dikemas dengan rasa humor yang tidak akan membuatmu bosan.
  • Situs Mojok.co
https://mojok.co/wp-content/uploads/2017/05/mojok.jpg
“mojok.co adalah media selow yang mewadahi
tulisan para penulis yang punya energi serta kreativitas berlebih. Sebuah media
alternatif dengan konten segar 
dan menghibur. Media untuk bersenang-senang dan
bergembira bersama.” 
Kata-kata itulah yang tertulis pada menu “tentang” di situs tersebut. Dari penjelasan itu, bisa dibayangkan bagaimana tulisan-tulisan di sana. Dan jika ditanya topik apa aja yang ada? Jawabnya adalah, SEMUANYA. Kamu bisa menemukan pembahasan tentang AADC, setelah itu melompat ke Ahok, atau bisa melompat pula ke musik metal. Tulisan-tulisan di sana renyah kunyah, lucu membahana, dan paling penting tetap rasional dan membuka wawasan. Tapi duh, situs ini adalah pelanggaran hak asasi menulis rasional, serius deh. :p

Oh ya, situs ini berisi tulisan-tulisan siapa saja. Kamu pun bisa mengirim tulisan ke sana dan mendapatkan honorarium yang lumayan lho. Tapi tentu saja setelah melewati seleksi kelucuan dan kerasionalan ala Mojok. Semangat membaca, selamat mencoba.
  •  Tulisan-Tulisan M Aan Mansyur
http://cdn.klimg.com/resized/476x/p/igdisas-aan.jpg
Terakhir dan terutama tentu saja adalah tulisan-tulisan Penulis yang akrab disapa Kak Aan. Kamu bisa membaca tulisan-tulisan Kak Aan ini di blog hurufkecil.wordpress.com yang sayang sekali terakhir kali diupdate pada 2012 lalu. Tapi jangan sedih, belakangan ia pindah lokasi ke medium.com. Kamu bisa mendaftar di situs itu, memfollow akun M. Aan Mansyur dan ikuti perkembangan tulisannya setiap waktu. 

 And thats all. Itu saja. Kalau sudah memiliki lima alamat web dalam list tersebut, kemana-mana tanpa buku rasanya masih termaafkan. Selamat Membaca. :D

Friday 16 September 2016

[Novel] Lelaki Terakhir yang Menangis di Bumi

Jiwa dan Nanti. Kisah percintaan dari dua nama ini adalah topik utama pada novel satu-satunya yang aku kenal dari penulis M Aan Mansyur. Buku ini diceritakan sebagai buku autobiografi Jiwa yang ditulisnya sebelum ia meninggal. Naskahnya ditemukan oleh salah seorang temannya yang kemudian menyerahkannya pada Nanti untuk meminta pendapat atau barangkali terdapat hal-hal yang ingin Nanti hilangkan. Karena bagaimanapun, meski seharusnya berupa autobiografi hidup Jiwa, buku ini justru lebih banyak menyoroti tentang kisah percintaan kedua tokoh utamanya.

Jiwa yang adalah seorang pemuda pendiam pecinta puisi jatuh cinta pada Nanti yang memiliki senyuman memikat. Mereka menjadi pasangan kekasih yang begitu saling melengkapi. Nanti selalu menjadi pembaca pertama karya-karya Jiwa. Jika karyanya bagus maka Jiwa akan mendapatkan ciuman, jika jelek maka tidak (Nanti mengakui betapa kesalnya ia jika Jiwa menulis karya jelek). Hal ini lah barangkali yang paling dirindukan Jiwa, bahwa Nanti selalu menjadi penyemangatnya dalam menulis. 

Saya berusaha keras untuk tidak memberikan spoiler lebih jauh.  Jadi, kira-kira begitulah apa yang diceritakan dalam buku tersebut.

Sangat banyak kata-kata puitis dalam buku ini yang tentu membuat kita tidak bisa melupakan bahwa seorang Aan Mansyur memang berbasic seorang penyair. 
 “tetapi hidup selalu punya tetapi.”
 menjadi kalimat quotable pamungkas dari buku ini, saya rasa. 

Saya menyukai buku ini dari bagaimana mengalirnya bahasa yang digunakan. Juga betapa cerdasnya Aan memilih bentuk sebagai “naskah buku yang diterbitkan”. Dengan bentuk yang seperti ini, kita akan temui banyak sekali catatan kaki yang berisi pikiran Nanti atas suatu kejadian yang diceritakan Jiwa. Atau sekedar mengatakan bahwa Jiwa terlalu berlebihan dan sangat subjektif menceritakan apa yang mereka alami berdua. Sehingga kita akan melihat bahwa sosok yang sebenarnya memainkan peran di sana adalah; Jiwa si penulis, Nanti versi Jiwa, dan Nanti yang Sebenarnya. Meskipun tentu saja kita bisa berasumsi bahwa saat Nanti yang Sebenarnya menyangkal apa yang dilakukan Nanti versi Jiwa pada catatan kaki, Nanti yang Sebenarnya bisa saja berbohong. 

Bagi penggemar Aan, pasti akan segera sadar mengenai kedekatan karakter Jiwa dengan si penulis itu sendiri. Bahwa Jiwa diceritakan sebagai pengidap penyakit jantung sebagaimana Aan. Jiwa yang seorang penyair. Jiwa (yang bersama nanti) membangun Perpustakaan Terakhir (dalam kehidupan Aan, ia membangun perpustakaan Kata Kerja) . 

Ada banyak kemiripan yang membuat saya sendiri (atau mungkin sebagian besar pembaca) secara sepihak merasa bahwa buku ini adalah autobiografi dari si penulis. Hal ini menyenangkan mengingat bahwa saya adalah penggemar Aan, juga sekaligus mengerikan, karena beberapa bagian dalam buku ini yang tidak terbayangkan jika benar seorang Aan ternyata pernah melakukannya. 

Kemiripan karakter ini, jika ingin berlaku adil, menurut saya (yang hanya seorang awam) membuat buku ini belum dapat kita sejajarkan dengan novel-novel lain. Dalam artian bahwa, tentu seorang pencerita ingin menceritakan sesuatu yang sangat dekat dengan dirinya sehingga mampu meyakinkan pembaca, namun bagaimanapun, ini bisa jadi menunjukkan kemalasan dan kekurangan ide untuk menggali dan mendalami sosok karakter yang lain yang jauh berbeda dari dirinya sendiri.
Apapun itu, saya melarang keras para perempuan-perempuan atau pria tipe Susah Move On untuk membaca buku ini. It’s a big NO! Kamu bisa baper berkepanjangan. Percayalah!

(tulisan ini pernah dimuat di tulismenulis.com)

Judul buku        : Lelaki Terakhir yang Menangis di Bumi
Penerbit            : Gagas Media
Halaman           : 276
Tahun Terbit     : 2015
ISBN                 : 9797808165

Tuesday 12 July 2016

Rumah Bayang

/1/
segala dirimu
pintu
tapi rumah
adalah kesendirian

/2/
segala diriku
bayang
berpindah tapi
tak hilang

hingga gelap datang
kematian


2016

Drawing credits Marni Air

Saturday 11 June 2016

Apa Guna Itu Sastra

“Apa manfaat praktis yang bisa saya dapatkan dari belajar sastra?”

Itu adalah pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu kawan yang bersama saya dan beberapa teman lainnya membuat kelompok belajar sastra di Sumbawa. Meski ia mengikuti kelompok ini dengan sukarela, ia sendiri bukanlah penggemar sastra. Ia hanya merasa ingin menulis. Itu saja. Maka ia pun bergabung. Tidak ada tutor atau sebutlah satu saja penulis ataupun sastrawan mumpuni dalam kelompok ini. Tapi karena sayalah yang berinisiatif memulainya, saya merasa sayalah yang bertanggungjawab menjawabnya.

Mari lewati saja jawaban saya saat itu. Kali ini saya ingin mengajak pembaca semua memikirkan ini bersama-sama. Apa manfaat praktis yang bisa kita dapatkan dari belajar atau membaca sastra? Pertama, saya pikir akan ada yang nyinyir beranggapan bahwa si penanya adalah manusia yang selalu melihat segala hal dari kebermanfaatan pada dirinya. Tapi, ayolah, kejujuran pertanyaan tersebut justru adalah cerminan masyarakat kita sekarang. Akan menyusul banyak orang lain lagi yang akan menanyakan ini atau paling tidak, menyimpannya dalam hati. Maka tidak ada gunanya menghindari pertanyaan ini sekarang.

Saya memutar ulang masa-masa dalam hidup saya. Berusaha mencari satu saja peristiwa dimana apa yang ada dalam buku-buku fiksi itu saya terapkan. Ambil contoh, saya sedang membaca The White Tiger karangan Aravind Adiga. Setelah membaca buku itu, toh saya tidak menjadi sebegitu amat menertawakan dunia. Atau mencari keuntungan dari membunuh orang lain. Ujug-ujug, paling saya hanya mengikuti gaya tertawanya saja. Ha!

Betapa meruginya saya jika saya membaca buku itu hanya untuk berusaha mencari ajaran-ajaran yang ada di dalamnya yang bisa saya terapkan langsung. Tapi jika membaca buku hanya murni untuk menemukan kesenangan juga mestinya tak elok pula. Apalagi hanya untuk sekedar memahami gaya menulisnya. Tapi, itulah menurutku kelebihan dari membaca buku. Tidak ada “hanya sekedar untuk”. Kita membaca tidak hanya sekedar untuk bersenang-senang karena menemukan keluasan imajinasi di dalamnya, tapi alam bawah sadar kita juga secara bersamaan merekam ajaran-ajaran halus dari apa yang kita baca. Dan secara tak sengaja tercerna pula cara menulisnya.

Membaca karya sastra tentu akan berbeda jauh dari membaca buku-buku resep, misalnya. Buku resep menjelaskan detail apa-apa yang harus dilakukan. Tapi sastra tidak demikian. Alih-alih ingin membuat karya yang disengaja untuk menceramahi para pembaca untuk melakukan ini-itu, aku sering beranggapan bahwa para penulis itu menulis untuk dirinya sendiri. Menuangkan kegelisahan-kegelisahannya dan menaruh sebagian kepribadiannya yang sudah sesak dalam badannya (aku punya ide gila bahwa hampir semua sastrawan itu pengidap multipolar, lebih parah dari bipolar). Syukur bila karya itu akhirnya menemui pembaca yang memiliki kegelisahan sama.

Pada akhirnya, membaca sastra ingin aku sandingkan dengan mendengarkan musik. Nikmati saja. Meski kamu tidak sadar betapa itu pada akhirnya akan memperluas kosa-katamu, memperluas wawasanmu, memperhalus perasaanmu, dan tentu bonus bisa merayu sang pacar (atau mantan).