Set keempat di tahun 1973 dimana
ceritanya berpusat pada seorang wartawan investigatif (Halle Berry) yang berusaha
mengetahui konspirasi konglomerat yang mengancam dunia. Setting kelima yakni di
masa depan, tahun 2146, berlokasi di sebuah kota bernama Brave New Seoul. Masa
dimana manusia banyak membuat kloning-kloning hanya untuk digunakan sebagai
pelayan/pekerja. Sedangkan setting yang terakhir adalah masa post-apokaliptus
di masa depan yang bercerita tentang seorang pria bernama Zachary (Tom Hanks)
yang berada di tengah-tengah kelompok yang beradab bahkan ketika mereka
dikelilingi oleh para barbar yang kanibal.
Cloud Atlas adalah film adaptasi
dari novel karangan David Mitchell yang kemudian disutradarai oleh Tom Twyker
dan The Wachowski. Dengan enam latar waktu yang berbeda-beda ini, kamu
bayangkan saja pikiranmu dibawa berjalan-jalan menggunakan rolller coaster waktu. Pada awalnya aku menebak bahwa masing-masing
setting di film ini bukan merupakan setting waktu yang berbeda melainkan dunia
yang berbeda. Semacam dunia paralel seperti pada film The One yang dibintangi
Jet Li.
Tapi kemudian hipotesisku ini terpatahkan
oleh adanya koneksi linier dalam setting waktu yang berbeda seperti antara
setting waktu si musisi gay (1930an) dengan setting waktu si wartawan (Halle
Berry), 1973. Pada kedua setting waktu berbeda tersebut, kekasih si musisi gay
harus mati di masa depan yang membuat si
wartawan menggali lebih jauh tentang kehidupan pribadinya yang kemudian
membawanya bertemu dengan musik yang dikomposisi oleh si musisi gay tersebut.
Well, di pertengahan film, aku
mulai berhenti menebak-nebak. Buat apa memperumit diri sendiri bukan? Aku nikmati
saja filmnya. Menikmati bagaimana hampir di setiap setting berbeda tersebut,
kamu akan menemukan orang-orang yang berjuang untuk “keluar” dan melawan dunia
sekitarnya. Si musisi gay yang berhasil lepas dari musisi tua yang memanfaatkan
talentanya. Si manusia kloning yang melakukan perlawanan terhadap manusia yang
menganggap mereka tak lebih dari sekedar objek kumpulan protein semata. Si manusia era post-apokaliptus yang bertempur melawan takhayul dan
pikiran pribadinya. Si pengacara yang keluar dari zona nyaman dan memutuskan
menjadi pembela kalangan afro-america.
Si wartawan yang melawan konspirasi politik. Atau si penerbit tua yang lolos
dari cengkeraman si adik dan panti jompo yang dikelolanya.
Dan di akhir film ini, sebingung
apapun kamu telah dibikinnya. Kamu akan mulai lagi bertanya. Hari ini, kenyamanan
macam apa yang telah kamu lawan?
Mari nonton.