Wednesday 30 December 2015

Sunday 29 November 2015

[MOVIE] The Godfather: Film Bunuh-Bunuhan tentang Keluarga

Michael Corleone merupakan anak dari Don salah satu kelompok mafia besar di Amerika. Ia dijuluki “college student” oleh keluarganya karena ia merupakan satu-satunya anak Vito Corleone yang tidak ingin mencampuri bisnis keluarga dan hanya menjadi seorang sipil biasa. Ayahnya tetap bangga dengan Michael yang seperti itu.

Namun satu kejadian membuat Michael yang terkenal “anak baik-baik” itu harus turun tangan membantu keluarganya. Ayahnya nyaris terbunuh. Dan tidak ada yang dapat lebih memaksa Michael untuk mengambil sikap, selain dari keselamatan keluarganya. Akhirnya Michael pun ikut membunuh. Hal ini kemudian berlanjut membuat Michael harus menjadi Don selanjutnya di kelompok itu, apalagi setelah kakaknya menjadi salah satu korban yang tewas dalam peperangan yang berlangsung antar kelompok mafia.

Sebagai seorang pecinta buku aku merasa sedih karena belum membaca versi novelnya. Dan sebagai penikmat film, aku merasa sangat menyesal karena aku selalu menghindari untuk menonton film ini sejak dulu, hingga akhirnya aku menontonnya di Tahun 2015 ini (43 tahun sejak dirilisnya film ini).

Film ini merupakan film besutan sutradara Francis Ford Coppola yang diangkat dari novel Bestseller Mario Puzo. Mengambil latar di Amerika, film ini berpusat pada kelompok kelarga Corleone yang keturunan Italia.

The Godfather membuat aku jatuh cinta pada keseluruhan filmnya. Aku tidak tahu apakah itu karena cinematorafinya, akting para pemainnya, musik, atau hal-hal lainnya, yang jelas film itu sangat memukau bahkan untuk ukuran film panjang, 2 jam 48 menit) film itu tidak membuatku bosan.

Film ini membuat kita serasa menyatu dengan keluarga Corleone, yang bahkan saat ia membunuh pun kita turut membenarkannya. Kita menjadi prihatin saat si “anak baik-baik” Michael harus juga ikut menjalankan bisnis keluarga. Tapi tentu saja dia harus! Siapa yang mampu berpaling dari ayah macam Vito Corleone? Yah, terlepas dari pembunuhan yang sering ia lakukan, ia adalah seorang “Godfather” yang sangat menjunjung tinggi nilai keluarga dan setiakawan dalam kelompoknya.

Vito Corleone, sang Godfather, masih harus terbaring lemah setelah insiden penembakannya. Ia menjadi penasihat bagi Michael yang menjadi Don baru. Kamu melihat seorang ayah dan seorang pemimpin besar dalam dirinya. Seorang pemimpin besar menurutku dinilai dari bagaimana cara ia mempersiapkan penerusnya. Dan ia berhasil melakukan itu, mempersiapkan Michael yang awalnya sulit mendapatkan kepercayaan para anggota kelompoknya menjadi seorang pemimpin kelompok yang disegani (atau ditakuti?).

Film ini film bunuh-bunuhan. Tapi haruskah aku sebut film keluarga juga? Karena ya, Vito Corleone juga mengajarkan cara menyayangi keluarga.
“Jika seorang lelaki tidak menghabiskan waktu bersama keluarga maka ia bukanlah lelaki sejati.”
Kakak Michael, Sonny, tewas dalam perjalanannya menyusul sang adik perempuan yang disiksa oleh suaminya. Vito Corleone pun hampir serupa, meski bukan dibunuh, ia tewas saat tengah bermain-main dengan cucunya, anak Michael.

Well, aku yakin ada banyak orang yang telah menonton film ini. Film ini sangat terkenal dan telah mengambil tempat di hati banyak orang. Jadi dalam review kali ini aku tidak akan membahas satu pun kekurangannya (lagian aku bukan pengamat perfilman juga sih :P).

Nonton lagi yuk! :)


Friday 27 November 2015

[Movie] Cinema Paradiso: Film Klasik Wajib Tonton

Cinema Paradiso ini merupakan film yang diproduksi tahun 1988. Film Italia yang memakai judul  Nuovo Cinema Paradiso di negeri asalnya ini disutradarai oleh Giuseppe Tornatore. Gak kenal? iya, aku juga. Film ini berkisah tentang seorang anak bernama Toto yang jatuh cinta sejatuh-jatuhnya pada bioskop dan film.
Toto, merupakan anak berperawakan kecil yang menurut standarku, sangat nakal. Well, sangat cerdik tepatnya. Dan pintar? hmm.. iya, pintar juga. Ia menggunakan kepintarannya itu untuk mendapatkan izin memasuki ruang pemutar proyektor di bioskop "Cinema Paradiso". Dengan segala cara, ia akhirnya dapat membuat Salvatore (pengoperasi proyektor di bioskop itu) mengajarinya cara mengoperasikan proyektor dan segala hal yang berkaitan dengan itu.

Para warga di kampung kecil itu sangat menyukai film tapi tentu saja tidak semua orang dapat membayar. Jadi scene paling membahagiakan dalam film ini menurutku adalah saat Salvatore memproyeksikan filmnya ke luar gedung bioskop agar dapat ditonton oleh mereka yang ditolak masuk bioskop. What a scene! Yah, meskipun kebahagian tersebut berakhir tragis (langsung tonton aja!).

Film ini menggunakan alur mundur-maju, dimana Toto dewasa telah menjadi seorang sutradara sukses yang mengingat lagi masa kecilnya. Salvatore meninggal, dan ia harus pulang. Kembali ke kampung halamannya yang telah ia tinggalkan selama 30 tahun.

Aku sangat menyukai film ini. Penyebabnya agak sulit kuceritakan. Yang jelas film ini sangat manis. Seorang anak kecil yang telah tahu apa yang ingin dilakukannya (kesan yang ditimbulkannya mirip dengan film Augustus Rush). Sebagai penonton, pasti akan dapat merasakan bagaimana besar kecintaan Toto pada film. Selain itu juga, karena ini film klasik, kita masih dapat menemukan kisah tentang guru Toto yang membenturkan kepala muridnya ke papan tulis karena tidak mampu menghapal perkalian (scene ini bikin senyum-senyum sendiri).

Dan after all, aku cuma mau ngajak kalian semua buat menikmati film ini. Mari Nonton. :)





Friday 20 November 2015

[Book] Kota kertas

John Green. Aku berkenalan pertama kali dengannya melalui The Fault in Our Stars. Setelah itu aku jatuh cinta dengan penulis satu ini. Karena itu aku beli pula buku-buku lain yang ia tulis.

Kali ini aku akan sedikit membahas pengalamanku berselancar di dunia "Paper Town". Buku John Green kedua yang aku baca.

Di buku ini ia bercerita tentang seorang gadis populer bernama Margo dan seorang teman masa kecilnya yang tumbuh menjadi remaja tak-populer, Quentin.

Meski sudah tak akrab lagi setelah insiden masa kecil mereka, dimana mereka menemukan sesosok mayat, pada hari itu mereka menghabiskan malam bersama untuk melakukan "proyek balas dendam" Margo. Quentin pada akhirnya menjadi satu-satunya orang yang Margo inginkan untuk melakukan hal itu bersama-sama.

Hari setelah malam itu, Margo menghilang. Pergi dari rumahnya. Bukan hal yang baru, tapi kali ini Quentin merasa Margo pergi untuk selamanya. Sejak saat itu, Quentin memulai pencariannya. Dan ia mulai menemukan Margo-Margo baru setiap saat. Sisi yang tidak dikenalnya dari Margo yang selama ini dibayangkan. Hingga akhirnya ia berkesimpulan.

"Margo bukan keajaiban. Dia bukan petualangan. Dia bukan sosok yang luar biasa dan berharga. Dia hanya seorang gadis."

Kota kertas. Merupakan istilah yang digunakan Margo untuk menunjukkan betapa rapuh dan palsunya kota-kota yang dipenuhi orang-orang "kertas". Orang-orang yang melakukan rutinitasnya. Melupakan cara menjadi dirinya sendiri. Menyukai apa yang disukai orang lain.  Mengejar apa yang setiap orang kejar. Margo merasa bahkan dirinya telah berubah menjadi salah satu perempuan kertas.

Betapa buku ini penuh dengan perenungan dengan cara yang unik. A la John Green tentu saja. Ke-vickynisasi-annya belum hilang.

Dan bila ada temanku yang menanyakan novel ini berkisah tentang apa. Aku hanya bisa menjawab "Kota Kertas".  Mari Baca ^.^

Monday 10 August 2015

[Book] The House of The Spirits


Jika pada the Known World aku menyukai Alice Night, pada novel karangan Isabel Allende ini aku menyukai Transito Soto. Penyebabnya? Entahlah. Novel ini penuh dengan orang-orang tidak normal seperti yang selalu dikatakan Esteban Trueba. Dan bagiku Transito Soto-lah satu-satunya orang yang "normal". Dia seorang wanita yang tahu apa yang diinginkannya, mencintai profesinya dan membuat jalan sendiri menuju apa yang dia mau.

Partai Kanan boleh memimpin, Partai Kiri boleh menang, dan militer boleh berkuasa, namun dari kesemuanya, Transito Soto tetap muncul sebagai pemenang karena dapat melalui rintangan silih-bergantinya pemegang kekuasaan di negerinya dan berhasil tetap mempertahankan rumah bordilnya sebagai rumah bordil papan atas.

Oh, tapi Transito Soto bukanlah tokoh utama novel ini. Sebagaimana Alice Night, Transito juga adalah tokoh minor. Novel ini pada intinya bercerita tentang kisah dalam satu keluarga, yakni Keluarga Trueba. Tiga Generasi wanita pada keluarga ini menjadi saksi bagaimana suatu negeri berubah seiring berubahnya pemegang kekuasaan. Novel yang pada awalnya kuduga penuh dengan hal-hal mistis penuh kisah percintaan ini pada akhirnya bergerak menjadi novel yang menceritakan kisah suatu bangsa, tentang politik dan bagaimana dendam masa lalu turut membuat malapetaka pada keluarga itu seiring dengan kesempatan-kesempatan yang dihadirkan oleh kediktatoran.

Aku menyukai novel ini dan meskipun cukup tebal, tapi aku menyelesaikannya dengan cukup cepat. Aku menyukai bagaimana novel ini dimulai, dan lebih suka lagi melihat bagaimana novel ini diakhiri. Mari baca :D

Monday 27 July 2015

[Book] The Known World: Tentang Dunia yang Kaukenal



Membaca buku karangan Edward P Jones ini seperti tersedot masuk dalam putaran waktu yang membawa kita kesana-kemari dan tidak kuasa untuk menolak. Edward menggunakan alur maju-mundur dan menceritakan kisah banyak tokoh di dalamnya. Meski demikian, seluruh kisah sepertinya berpusat pada satu nama belakang, Townsend. Tentang Henry Townsend, Augustus Townsend, Caldonia Townsend, dan para budak perkebunan Townsend, sedangkan kisah-kisah dari para orang lain masih tetap berkutat tentang masalah perbudakan, dan tentu saja tidak jauh-jauh dari lingkungan keluarga Townsend.

Buku ini direkomendasikan (dan dipinjamkan :p) oleh seorang teman yang mengatakan bahwa novel ini adalah salah satu novel terkuat yang dibacanya TAHUN LALU. Oke, garis bawahi kata “tahun lalu”. Itu artinya aku terlambat satu tahun membaca buku itu. Tapi memang iya buku ini bagus. Meskipun harus aku baca dengan lambat dan baru kuhabiskan selama satu bulan -_- .

Sunday 19 July 2015

Gili Keramat, Liburan Pas Buat Lebaran

Lebaran adalah waktu spesial untuk kita bersenang-senang. Utamanya bersama keluarga yang pada hari-hari lain biasanya penuh kesibukan hingga mungkin enggan untuk meluangkan waktu rekreasi bersama. Nah, lebaran kali ini aku mengunjungi Gili Keramat bersama keluarga besarku. 

Lokasi Gili Keramat tepatnya di wilayah Utan, Sumbawa Besar. Pada papan penunjuk arah menuju Labu Sangur, langsung belok kanan. Kita dapat menyeberang melalui boat yang ada di Labu Pade (nama pantai di sekitar situ) atau kita dapat jalan terus menuju perkampungan nelayan dan berangkat menggunakan boat yang bisa kita sewa dari para nelayan di sana. Kali ini aku berangkat dari kampong nelayannya. Dari Sumbawa Besar ke Utan memakan waktu sekitar  1 jam dan di atas boat 45 menit.

Jalan-jalan dengan keluarga besar punya kenikmatan dan keseramannya tersendiri. Seramnya kenapa? Karena tidak semua orang-orang (maaf) tua itu terbiasa naik boat. Dan orang-orang (maaf lagi) tua di keluargaku sayangnya termasuk dalam orang-orang yang tidak terbiasa di atas boat. Maka jadilah perjalanan kami yang menggunakan tiga boat itu penuh teriakan dan tangisan.

Setelah 45 menit dipenuhi teriakan dan tangisan, kamu tentunya tidak akan menyesal mendapati pemandangan di sana. sudah siap-siap nyebur untuk mandi sebenarnya tapi u know lah, No picture, hoax, they said. Jadinya sempatkan diri ambil beberapa gambar dulu sebelum akhirnya terjun dan berpuas-puas diri di dalam air.







Nah, ok.. waktunya buat nyebur deh. Tolong jangan bilang kalau kamu tidak ingin.


Wednesday 17 June 2015

[Book] Vickynisasi ala Hazel Grace Lancaster



          Vicky Prasetyo. Ia terkenal dengan gaya bicaranya yang gemar menggunakan istilah-istilah “tinggi”. Hingga akhirnya tercipta terminologi baru, yakni “Vickynisasi”. Artinya, mem-Vicky-kan segala kata-kata yang harusnya biasa menjadi istilah-istilah rumit nan “tinggi”. 

          Saya dapat dihitung sebagai salah satu penikmat hiburan (konyol) yang dibuat berdasarkan semua tingkah laku ataupun perkataan Vicky Prasetyo. Yah, itu cukup menghibur kan? Dan kemudian aku membaca The Fault in Our Stars (John Green)  yang membawaku berkenalan dengan Hazel Graze Lancaster, sang tokoh utama dalam novel tersebut. 


          Gaya bicaranya mengingatkan aku pada si Vicky, tapi dengan cara yang cerdas, tentu saja. Hazel Grace, gadis 16 tahun yang mengidap penyakit kanker itu hampir

Thursday 11 June 2015

Mari Baca

gambar: yustiemada.blogspot.com
Beberapa hari ini aku mengisi waktuku dengan membaca karya sastra, ataupun hal-hal yang berkaitan dengannya. Aku sejak dulu memang gemar membaca tapi bukan pembaca apa-saja. Pada masa-masa remaja aku menyukai komik, kemudian agak berpindah ke novel meskipun belum meninggalkan sepenuhnya bacaan komik kesukaanku. Semasa SMA, aku lebih banyak memeriksa lemari buku kawanku daripada membeli sendiri buku-buku itu. Mungkin karena pengaruh ibuku yang tidak menyukai bila uang belanjaku digunakan untuk membeli buku. Atau aku bisa bilang –dengan tetap mempertahankan sikapku sejak dulu- bahwa ini semua adalah kesalahan hidupku yang malang karena tinggal di kota kecil tanpa satupun toko buku (yang layak- hanya ada satu toko buku yang sebagian besar koleksinya adalah buku pelajaran sekolah dan buku-buku agama). 

Belajar Periode dalam Sejarah Sastra Dunia



Tulisan ini aku buat dengan tujuan yang sama seperti tulisan-tulisanku yang lainnya. Sebagai pengingat. Ingatan jangka panjangku sangat buruk. Dan menulis, kata beberapa orang adalah latihan yang baik. 

Sebagian besar dari isi tulisanku kali ini adalah terjemahan dari laman http://klasikfanda.blogspot.com pada bagian Literary Movement Reading Chalenge 2015. Aku mendapatkan penjelasan mengenai periode-periode sejarah sastra dunia pada laman tersebut dan ingin sekali merekamnya dengan baik sebagai pengetahuan yang baru (bagiku).

Jadi begini, aku sering sekali mendengar bahwa penulis “ini” merupakan salah satu penulis Modernist, misalnya, atau penulis “itu” adalah bagian era Victorian. Tapi aku sama sekali tidak tahu mengapa mereka disebut demikian. Apa saja karakteristik dari masing-masing gerakan tersebut? Dan akhirnya aku menemukan jawabannya secara utuh pada laman tersebut. 

Aku akan menuliskannya kembali di sini dalam versi Bahasa Indonesia (maafkan kelemahanku dalam upaya penerjemahan, ok?).

Post-Modernisme (1965-sekarang)

             Sastra Pos-Modern ditandai dengan ketergantungan karya mereka pada teknik-teknik seperti fragmentasi, paradoks, dan narasi yang dapat dipertanyakan. Karya pos-modern dipandang sebagai reaksi terhadap pemikiran Enlightenment dan Modernis dalam hal pendekatan mereka terhadap karya sastra. Sebuah karya sastra posmodern cenderung tidak mengakhiri kisah mereka dengan kesimpulan-kesimpulan yang mengikat, melainkan sering sekali memparodikannya. Karakteristik lain dari sastra posmodern adalah mempertanyakan perbedaan antara budaya tinggi dan rendah dengan mencampur-adukkan keduanya, sebuah kombinasi genre dan jenis yang sebelumnya dianggap tidak cocok untuk sebuah karya sastra.

Beberapa penulis Posmodern adalah:

Toni Morrison
Umberto Eco
Margaret Atwood
Kurt Vonnegut
Joseph Heller
Vladimir Nabokov
Italo Calvino
Salman Rushdie

The Bloomsbury Group (1903-1964)

                  The Bloomsbury Group adalah asosiasi informal dalam cakupan kecil yang terdiri dari artis dan intelektual yang tinggal dan bekerja di wilayah Bloomsbury di tengah Kota London. Meskipun anggotanya membantah bahwa mereka membentuk sebuah kelompok secara formal, mereka disatukan oleh keyakinan yang kuat akan pentingnya arti seni. Para anggota Bloomsbury atau yang dikenal dengan Bloomsberries, kurang lebih berusaha menjaga filosofi mereka tentang masyarakat yang ideal, bahkan ketika harus melalui perang dunia dan tiga dekade pergesekan iklim politik. Salah satu filosofi mereka adalah, hal paling utama dalam hidup adalah cinta, penciptaan dan pengalaman estetika, dan pengejaran terhadap ilmu pengetahuan.

Beberapa penulis Bloomsbury adalah:

Virginia Woolf
E.M. Forster
Giles Lytton Strachey
John Maynard Keynes
Clive Bell

The Beat Generation (1945-1965)

                The Beat Generation adalah sekelompok penulis Amerika pasca-perang dunia II yang mulai dikenal pada 1950an. Elemen sentral dari budaya “Beat” adalah penolakan terhadap standard-standard yang ada, berinovasi dalam gaya, bereksperimen dengan “obat-obatan”, seksualitas alternatif, ketertarikan terhadap agama, penolakan terhadap materialisme, dan penggambaran secara eksplisit tentang kondisi manusia. Mereka memandang kapitalisme sebagai sebuah pengrusakan jiwa manusia dan bertentangan dengan kesetaraan sosial. Gaya sastra mereka jauh lebih berani, lugas, dan ekspresif daripada yang sebelumnya.

Beberapa penulis The Beat Generation adalah:

Jack Kerouac
Allen Ginsberg
William S. Burroughs
Ken Kesey
Neal Cassady
Lawrence Ferlinghetti.

Wednesday 10 June 2015

Modernisme (1910-1965)

               Karakteristik Modernisme adalah kesadaran diri yang mematahkan gaya tradisional puisi dan kalimat. Dalam sastra Inggris, periode Modernisme utamanya merupakan reaksi terhadap budaya dan estetika era Victorian. Stabilitas dan ketenangan Era Victorian dengan cepat menjadi bagian dari masa lalu. Modernis bereksperimen dengan bentuk sastra dan ekspresi. Gerakan ini didasari pada keinginan secara sadar untuk “mematahkan” gaya representasi tradisional dan mengekspresikan perasaan yang baru terhadap era mereka.

Beberapa penulis Modernis adalah:

F. Scott Fitzgerald
Ernest Hemingway
Joseph Conrad
Virginia Woolf
D.H. Lawrence
Ezra Pound
William Faulkner
T.S. Elliot

Eksistensialisme (1850- sekarang)

              Dalam pengertian paling umum, Eksistensialisme berkaitan dengan masalah tentang bagaimana menemukan makna sebuah eksistensi. Dalam perspektif ini, tidak ada makna atau struktur apapun yang mendahului eksistensi seseorang (sesuatu), tidak seperti kepercayaan yang dianut dalam agama. Oleh karena itu, suatu individu haruslah mencari atau menciptakan makna tersebut untuk dirinya sendiri. Banyak filosofi yang berkisar pada kapasitas etika dan intelektual tak terbatas yang dimiliki seseorang untuk mengubah dunia. Seseorang haruslah menjadi ‘sesuatu’ agar hidup ini bisa memiliki arti dan tujuan.

Beberapa penulis Eksistensialisme adalah:

Simone de Beauvoir
Samuel Beckett
Friedrich Nietzsche
Fyodor Dostoyevsky
Albert Camus
Franz Kafka
Henry David Thoreau
Paul Sartre

Naturalism (1870-1920)

           Gerakan sastra ini menganggap ekspresi sebagai sesuatu yang eksklusive di dalam novel. Naturalisme berusaha untuk melangkah lebih jauh dan lebih jelas daripada Realisme dalam hal mengidentifikasi penyebab tindakan dan kepercayaan seseorang. Pemikirannya adalah faktor-faktor tertentu seperti keturunan dan kondisi sosial, keduanya merupakan penentukehidupan seseorang yang tidak dapat dipungkiri. Lingkungan, terutama lingkungan sosial, memainkan peran yang sangat besar dalam pengembangan narasi. Tema yang dominan dalam sastra Naturalis adalah bahwa manusia telah ditakdirkan untuk menuju ke “tempat-tempat”  yang telah disediakan oleh lingkungan mereka, faktor keturunan, dan kondisi sosial. Kekuatan emosi primitif yang bermaksud meniadakan akal manusia juga menjadi elemen berulang. Naturalis hanya memandang dunia sebagaiamana adanya, baik ataupun buruk.

Beberapa penulis Naturalis adalah:

Emile Zola
Edith Wharton
Frank Norris
Jack London
Stephen Crane

Realisme (1820-1920)

       Realisme berkaitan dengan usaha untuk menghadirkan dengan akurat orang-orang dan situasi sehari-hari mereka. Hal ini merupakan reaksi terhadap romantisme. Novel-novel realis sangat-sangat dipengaruhi oleh penggunaan teknik jurnalistik, yakni dalam hal objektivitas, dan berpegang teguh pada fakta-fakta atas suatu masalah. Alih-alih mempedulikan kejadian-kejadian besar, tragedi, atau bagaimana sebuah peristiwa berbalik, novel realis berusaha keras untuk tidak terpengaruh dengan keadaan-keadaan eksternal.  Mereka berkeyakinan bahwa fungsi novel hanya untuk melaporkan apa yang terjadi, tanpa komentar ataupun penilaian.

Beberapa penulis Realisme adalah:

Honore de Balzac (the Human Comedy Series)
Henry James (The Potrait of a Lady/daisy Miller)
Mark Twain (Huckleberry Finn)
Gustave Falubert (Madame Bovary)

Victorian (1837-1901)

          Novel-novel era Victorian cenderung merupakan potret ideal dari kehidupan yang sulit dimana kerja keras, ketekunan, cinta dan keberuntungan pada akhirnya menang. Kebajikan akan dihargai dan kejahatan akan memperoleh hukuman. Novel-novel tersebut cenderung berisikan pelajaran moral. Bagi sebagian besar pemikir dan penulis pada masa itu, ketimpangan yang hadir pada masyarakat Victorian merupakan sejenis penyakit yang lambat laun akan sampai pada titik kritis dan karenanya harus diungkapkan secara lantang. Banyak intelektual pada masa itu yang menganggap hal tersebut adalah tanggungjawab pribadi mereka. Banyak penulis dan pemikir perempuan pada masa ini juga menitikberatkan tema mereka pada filosofi tentang emansipasi wanita.

Beberapa penulis Victorian adalah:

Charles Dickens
William Thackeray
The Bronte Sisters
George Elliot
Thomas Hardy
George Bernard Shaw
Oscar Wilde
Sir Arthur Conan Doyle
Rudyard Kipling
Robert Louis Stevenson

Transendentalisme (1830-1860)

          Para penganut Transendentalisme percaya bahwa pengetahuan bisa diraih bukan hanya melalui indera, tetapi juga melalui intuisi dan perenungan. Dengan demikian, mereka mengaku bersikap skeptis terhadap semua agama dan percaya bahwa sifat keilahian terletak pada diri manusia itu sendiri. Menurut mereka, masyarakat dan institusinya-utamanya agama dan partai politik yang terorganisir- merusak kemurnian seseorang. Mereka berkeyakinan bahwa orang-orang akan berada pada kondisi terbaiknya bila mereka benar-benar mandiri. Transendentalis juga percaya bahwa manusia harus lebih memperhatikan hal-hal menyangkut batin dan jiwa mereka dibandingkan hal-hal “dangkal” seperti kekayaan, status, dan lain sebagainya.

Beberapa penulis Transendentalis adalah:

Ralph Waldo Emerson
Henry David Thoreau
Margaret Fuller
Amos Bronson Alcott
Emily Dickinson

Romantisme (1798-1870)

         Romantisme lebih mementingkan individual daripada kondisi sosial. Kesadaran individual, khususnya imajinasi individual sangat menarik bagi penganut Romantisme. “Melankolis” menjadi kata kunci bagi para penyair Romantis. Hal tersebut sekaligus merendahkan daya nalar, dan sengat jelas sebagai bentuk reaksi terhadap pemikiran Enlightenment. Di atas itu semua, terdapat kualitas mistik pada tulisan-tulisan Era romantis yang membedakannya dengan periode-periode lain.

Beberapa penulis Romantisme adalah:

Sir Walter Scott
Henry Wadsworth Longfellow
Mary Shelley
Edgar Allan Poe
Nathaniel Hawthorne
Herman Melville
Walt Whitman
John Keats
Alexandre Dumas

Enlightenment (1700-1800)

            Era Enlightenment (Pencerahan) adalah sebuah gerakan kultural dari para intelektual Eropa yang dimulai pada akhir abad 17 dengan menekankan lebih kepada akal pikiran dan individualisme daripada tradisi. Tujuannya adalah untuk membentuk kembali masyarakat menggunakan akal, menantang ide-ide yang mengakar pada tradisi dan kepercayaan, dan mengembangkan pengetahuan melalui metodde scientific. Para pemikir Enlightenment menentang takjayul dan intoleran. Enlightenment pada sastra mengeksporasi tema-tema tentang pergolakan sosial, pembalikan status sosial, satir politik, eksporasi geografis, dan pembandingan antara bagaimana sifat alami manusia dan bagaimana seharusnya sebagai seorang manusia yang beradab. Era Enlightenment adalah era perayaan terhadap ide-ide- yakni ide tentang sejauh mana kemampuan pikiran manusia dan apa yang dapat dicapai oleh sebuah tindakan yang disengaja dan metodologi science.

Beberapa penulis Era Enlightenment adalah:
Daniel Defoe
Voltaire
Denis Diderot
Jonathan Swift
Goethe
Samuel Richardson
Olivia Goldsmith
Henry Fielding

Renaissance (1500-1670)

         Meskipun yang terkenal di antara para pelajar adalah Renaissance Italia, tapi karya-karya sastra renaissance Inggris menyaingi segala hal lain pada periode tersebut. Selama masa 1500-1660, Renaissance Inggris menghasilkan karya-karya sastra terbaik yang diketahui dunia. Semangat optimisme, potensi tak terbatas, dan karakter Bahasa Ingris yang tabah, menempatkan karya sastra sebagai priooritas. Pada waktu yang sama, Bangsa Inggris berhasil meninggalkan kesan “barbarian” menjadi sebuah bangsa yang memiliki kekuatan ekonomi dan pengaruh. Kekuatan ini secara alami dituangkan ke dalam karya-karya sastra yang tegas, luas, inovatif, dan menciptakan tren. Puisi-puisi yang dihasilkan bereksperimen dengan bentuk dan menghidupkan kembali tradisi klasik yunani dan Roma.

Beberapa penulis era Renaissance:
William Shakespeare
Christopher Marlowe
John Milton
Sir Thomas More
Niccolo Machiavelli

Medieval/Middle Age (500-1500)

                Sastra pada masa Middle Age (Medieval) ini didominasi oleh karya-karya teologis-religius. Penulis-penulis masa ini sangat menghormati pastur gereja dan cenderung menceritakan kembali cerita-cerita yang telah mereka dengar/baca dan memperindahnya.

Beberapa penulis era Medieval:
Geoffrey Chaucer
Penulis Beowulf
Thomas Malory
St Augustine Hyppo
Dante Alighieri
Thomas Aquinas

Monday 8 June 2015

[Book Review] The Phantom of The Opera: Si Buruk Rupa yang Berkenalan dengan Cinta



gambar: bukubekas.blogspot.com


Judul                    : The Phantom of the Opera
Penulis                  : Gaston Leroux
Penerbit               : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman     : 376 halaman

Eric, sang hantu opera, adalah seorang yang buruk rupa dan menyimpan dendam  teramat dalam pada semua orang. Kebencian dan dendamnya berasal dari penolakan dan pandangan jijik orang-orang yang ditujukan terhdapnya. Bahkan oleh orang tuanya sendiri. Bahkan topeng pertama yang dikenakannya adalah pemberian sang ibu.

Ya, Eric memang digambarkan sebagai si buruk rupa yang selalu mengenakan topeng dan berdiam di sebuah gedung opera. Tapi tuhan bersikap adil kepadanya dengan menganugerahinya kejeniusan yang luar biasa. Berbagai macam trik disiapkannya di dalam gedung opera, sehingga hampir semua orang percaya bahwa hantu opera memang ada. Kejeniusannya pulalah yang membuatnya dengan mudah melakukan pemerasan pada pengelola gedung opera dan mendapatkan uang melalui itu.

Tuesday 26 May 2015

[Book Review] Pride and Prejudice: Prasangka Membuatmu “Buta”



Judul                   : Pride and Prejudice
Penulis                : Jane Austen
Penerjemah         : Yunita Chandra
Editor                 : M. Syarif Mansyur
Penerbit              : Bukune (2011)

Kisah ini berkutat pada kisah percintaan yang terjadi pada putri-putri keluarga Bennet. Keluarga Bennet terdiri dari Ny Bennet yang cukup mengganggu dengan keinginannya menikahkan putri-putrinya dengan pria kaya, Tn Bennet yang cenderung tak peduli apapun kecuali bukunya, dan lima orang putri cantik; Jane, Elizzabeth, Mary, Kitty, dan Lidya.

Monday 11 May 2015

Ekspedisi Teluk Saleh- Plampang



        Yeay. Weekend kali ini aku memutuskan ikutan kawan-kawan Adventurous Sumbawa dalam rangkaian One Day Trip untuk Ekspedisi Teluk Saleh. Adventurous Sumbawa adalah salah satu komunitas di Sumbawa yang berusaha mengeksplor tempat-tempat menarik di pulau ini agar lebih dikenal oleh masyarakat luas. Dan ini adalah trip pertamaku bareng mereka. ^^

        Teluk Saleh letaknya di daerah Plampang Sumbawa Besar. Ada 6 gugus pulau tak berpenghuni di sana dan kamarin (10 Mei 2015), kami mengunjungi 4 di antaranya. Empat pulau eksotis ini terdiri dari Gili Panjang, Gili Meriam, Gili Dempo, dan Gili Sentigi. Dua pulau sisanya yaitu Gili Kebo dan Gili Lipan diskip  dulu ya kali ini. Waktunya gak cukup. :P

        Diantara keempat pulau yang kami kunjungi itu, 3 diantaranya berpasir putih. Satu-satunya yang tidak adalah Gili Dempo. Pasir putih dan air yang super-duper jernih. Kamu bakalan rugi banget kalau gak pernah ke tempat ini, apalagi kalau kamu pergi tapi gak bisa renang, pasti nyesel banget. Kayak aku -_- .   

        Bagaimana gak rugi kalau dunia bawah airnya ok banget dan saking jernih airnya, kamu bahkan bisa melihat itu semua bahkan saat masih di atas boat. Menyebalkan bukan?
        
        Nah, satu lagi. Spot yang ok buat dijadikan spot selfie juga banyak banget. Kamu bisa menemukan bukit dengan padang ilalang di Gili Panjang. Dari atas bukit itu kamu bisa ngeliat birunya laut di bawahmu dan pemandangan gili/pulau lain di seberangnya. Kami menghabiskan satu jam di Gili Panjang, pemberhentian pertama kami. Bersama-sama menaiki bukit dan kemudian melakukan ritual keakraban di sana. Biasalah, perkenalan. ^^
Adventurous Sumbawa document (Etekz Mdi)

Wednesday 6 May 2015

Trip ke Lakey Beach Dompu



          Well, ini adalah vacation pertamaku setelah pulang ke Pulau Sumbawa. It’s about.. setahun.. ya, setelah setahun baru melakukan liburan itu terdengar sangat menyedihkan, bukan?


       Setelah memutuskan untuk meluangkan waktu berlibur (kebetulan ada weekend panjang, 1-3 Mei ^^), aku merencanakan perjalanan bersama sohibku. Awalnya kami memilih Pulau Moyo sebagai tujuan, tapi karena pertimbangan-pertimbangan tertentu akhirnya kami batalkan dan lebih memilih ke Pantai Lakey, Hu’u, Dompu.


          Pantai itu adalah spot ok untuk berselancar. Bagi para peselancar tentunya, karena sayangnya aku bukan salah satu dari mereka -__- . Tempat ini bahkan dijadikan tempat kejuaraan selancar dunia lho. Ombaknya punya tingkat kesulitan yang cukup tinggi, karena arah ombaknya beda dari yang biasa (katanya lho ya).

Wednesday 15 April 2015

Puisi Suara NTB (28 maret 2015)

Gambar : http://www.arpa.fvg.it
Puisi-Puisi oleh Rina Yulianti
 
Pabrik Beras

hujan turun lebat
nyonya berdiri menjulang
bertolak pinggang seperti cangkir
atau teko meminta dituang

para buruh lewat mengucap tabik
dada mereka berderap sudah tahu
kesalahan apa dibuat
: terpal-terpal bolong

angsa-angsa milik nyonya
komat-kamit
dan para buruh mendengarnya
sebagai doa
sebab siapa tak kenal nyonya

buruh terakhir tiba
nyonya menurunkan tangan
sebelum tabik diselesaikan

(Karang Irian, 2015)
           
Rumah

ibu membelakangi televisi
punggungnya memutar 
video muram tanpa latar
adik yang melukis mimpi
dengan liur
tidur serupa tanda baca
aku menghitung jalan panjang
ke kamar sebelah
dimana kakak mengeja
nama keluarga

(Sumbawa, 2015)


Laba-Laba Kantung Mata

laba-laba yang kau pelihara
di kantung matamu
tentu bosan
menyaksikan permainan domino
yang selalu enggan
membuatmu menang

jika ia mulai bosan
ia dapat berbiak banyak
dan kantung matamu dapat meledak

tak ada mesin waktu yang
ditanamkan sebagai peringatan
matamu dapat meledak hari ini, esok,

atau jika tidak
ia mungkin telah pindah ke dadamu
: keliru akan jantung dan detik waktu

 (Sumbawa, 2015)


Pusara

ada pusara pada dadanya
yang lapang
tenang
torehan belati pernah membuatnya
mati
berkali-kali
di perjalanan menuju makam
ia temukan tubuhnya
yang lain tengah
menanamkan pusara
pada dadanya sendiri
tubuhnya saling menangisi

(Sumbawa, 2015)


(Dimuat pada harian Suara NTB  Sabtu, 28 Maret 2015)