Friday 9 May 2014

(Movie Review) Ruby Sparks: Love Kills?

Gambar: techgatherer.com

          Ruby Sparks (Zoe Kazan), tokoh hasil imajinasi Calvin (Paul Dano) yang secara tiba-tiba muncul di dunia nyata. Kemunculan Ruby Sparks awalnya sangat disangsikan oleh Calvin.
Calvin yang adalah seorang novelis ternama merupakan pasien tetap pada sebuah penyedia jasa konsultasi kejiwaan. Oleh karena itu, kehadiran Ruby Sparks dengan wajah dan sifat yang sangat serupa dengan karakter pada buku yang sedang ditulisnya membuat Calvin merasa bahwa dirinya telah benar-benar menjadi gila. Apalagi Ruby muncul di rumah Calvin dan langsung menyebut dirinya sebagai kekasih Calvin.
            Calvin pada awalnya berusaha menyangkal kehadiran Ruby, hingga akhirnya ia teryakinkan bahwa tidak hanya dirinya yang dapat melihat Ruby. Ruby bukan hanya ilusinasinya. Ia nyata (?). Calvin yang sudah lama merasa kesepian karena tidak memiliki teman dan ditinggalkan oleh kekasih pun menikmati kondisinya saat itu. Ia melalui hari-harinya bersama Ruby dengan segala dinamika yang terjadi.
            Salah satu bagian cerita dalam film ini menunjukkan pada kita betapa mengerikannya memiliki kekuasaan yang berlebih, bahkan itu juga berbahaya untuk orang yang kaucintai. Calvin yang mengetahui bahwa dirinya dapat menambahkan sifat atau detil apapun pada kepribadian Ruby hanya dengan mengetikkannya pada naskah buku yang sedang ia tulis,  pada awalnya menolak untuk mengubah apapun tentang Ruby. Tapi kekuasaan rupanya memiliki godaannya sendiri, Calvin kemudian mengubah-ngubah suasana hati Ruby semaunya. Untuk kepentingannya.
Disutradarai oleh Jonathan Dayton dan Valerie Faris, film ini membuat kita berpikir sepanjang film. Apakah kehadiran Ruby merupakan bagian dari penceritaan Calvin kepada psikiater tentang isi buku yang sedang ditulisnya? Kemunculan Ruby terjadi setelah adegan Calvin menceritakan sifat-sifat Ruby kepada sang psikiater. Dengan teknik pengambilan gambar yang mem”buram”, saya secara pribadi mengasumsikannya sebagai mimpi atau khayalan. Tapi konfirmasi mengenai itu bahkan tidak terjadi hingga akhir film.
“Aku tidak perlu masuk akal untuk ini,” ujar Calvin.
            Kebingungan tersebut, bagi saya, justru menarik. Membiarkan pertanyaan penonton tetap menggantung di kepalanya masing-masing dan kemudian mengakhiri cerita dengan cerdas. Ketidak-jelasan status Ruby (khayalan ataukah kenyataan) membuat penonton terus bertahan, apalagi dengan konflik emosi Calvin yang berjuang melawan ego pribadinya untuk menguasai kehidupan Ruby. Tidak diragukan, akting kedua pemeran utama dalam film ini sangat baik.

0 comments: