Saturday 12 May 2012

(Book Review) Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis: Pecahkan Gelasnya!

Gambar: gramediapustakautama.com

           Buku ini merupakan sebuah novel karangan Paulo Coelho. Dikisahkan dalam novel ini seorang wanita yang bertemu dengan teman masa kecilnya di Madrid.
Mereka telah lama tak bertemu sebab si pria pergi dari kampung halaman untuk mencari pengalaman di dunia luar. Akan tetapi, mereka tak pernah berhenti saling mengirim kabar melalui surat hingga akhirnya mereka pun berjanji untuk bertemu di Madrid saat si teman pria hendak menyampaikan khotbah di sana.
            Coelho menggambarkan tokoh wanita, Pilar, sebagai seseorang yang sangat hati-hati dalam  setiap langkah yang diambil di hidupnya. Itu pulalah yang menyebabkan ia mengalihkan pembicaraan ketika si pria hendak menyatakan cintanya dulu saat masih kanak-kanak. Cinta yang akhirnya membuat si pria terus penasaran dan dibawa hingga dewasa, bahkan setelah si pria mengikuti seminari (pendidikan persiapan untuk menjadi pastor).
            Setelah bertemu, tak disangka teman pria masa kecilnya telah berubah menjadi seorang pria yang dikenal banyak orang. Pilar sebenarnya tak mengerti dengan siapa dirinya terlibat saat ini, tapi yang perlu diketahuinya hanyalah bahwa pria itu adalah teman masa kecilnya dulu. Yang kemudian membuat dirinya mematahkan pertahanan sebagai wanita yang tidak ingin mengambil keputusan yang dianggap akan mengeluarkannya dari zona nyaman.
            Pilarpun akhirnya dibuat jatuh cinta hanya dalam waktu singkat. Keimanannya terhadap Tuhan yang selama ini telah ia tinggalkan pun kembali ia peroleh. Novel ini memang sangat dekat dengan kehidupan ke-Kristen-an. Pada awalnya, si pria sengaja menemui Pilar untuk mengenyahkan keraguan dalam hatinya sebelum akhirnya ia menjadi pastor. Akan tetapi setelah bertemu Pilar, cintanya semakin kuat dan semakin yakin untuk tidak menjadi pastor.
            Barulah menjelang akhir cerita Pilar mengetahui bahwa teman masa kecilnya ternyata seorang pimpinan spiritual yang dapat melakukan mukjizat dengan menyembuhkan orang-orang. Sebuah mukjizat yang kemudian ditinggalkan olehnya saat ia memilih menjalani hidup bersama Pilar. Memilih tetap hidup dengan mukjizat yang dimilikinya sama saja memilih hidup dengan mengarungi resiko yang besar bersama wanita yang dicintainya. Pilihan tersebutlah yang membuat Pilar merasa bersalah terhadap umat dan menghukum dirinya dengan terus menangis dan menulis di tepi sungai Piedra.
            Kisah ini merupakan kisah yang sangat romantis tanpa menghilangkan tipikal penulisan Coelho yang sarat pesan-pesan kehidupan. Pilar, menjadi sosok perempuan yang mewakili banyak orang-orang lain yang terlalu takut untuk “berjudi” dengan kehidupan. Untuk itu, Coelho memperkenalkan latihan “Yang Lain” dimana seseorang yang menjalani latihan akan memaksa dirinya Yang Lain untuk keluar dari tubuhnya. Dirinya Yang Lain adalah sosok dirinya yang seringkali berpura-pura, tidak mendengar kata hatinya sendiri dan melakukan pengelakan-pengelakan terhadap hal yang benar-benar diinginkannya. Sepanjang kisah ini, pertengkaran antara diri Pilar dengan Yang Lain juga menjadi hal yang menarik untuk diperhatikan.
            Pecahkan gelasnya. Sejak kecil kita selalu dididik untuk berhati-hati pada tubuh dan gelas yang kita miliki. Padahal setelah ia pecah maka akan kita tahu bahwa itu bukan sesuatu yang serius. Pecahkan geasnya, dan bebaskan kita dari semua peraturan keparat ini.       
             Hal lain yang juga menarik perhatian adalah pesan kesetaraan gender yang ingin disampaikan oleh Coelho melalui novel ini. Melalui ajaran yang tengah disebarkan oleh si pria, diperkenalkan kepercayaan akan sisi feminin Tuhan melalui Maria yang Dikandung Tanpa Noda.
            “Salah satu wajah Tuhan adalah wajah wanita.”
           Demikian disampaikan Coelho yang menekankan bahwa Tuhan sesungguhnya mencerminkan diri dan sifat-Nya pada makhluk ciptaan-Nya. 

0 comments: